Tuesday 21 April 2015

Australia Resmi Operasikan Kapal Serbu Amphibi Landing Helicopter Dock

HMAS Canberra III L02
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
Angkatan Laut Australia (RAN) telah resmi mengoperasikan HMAS Canberra III (L02), yang merupakan kapal pertama dari dua kapal serbu amfibi atau dikenal dengan Landing Helicopter Dock (LHD) Kelas Canberra.

Kepala Staf RAN Vice Admiral Tim Barrett mengatakan saat peresmian HMAS Canberra di Pangkalan Armada Timur, Sydney, pada 28 November 2014: "HMAS Canberra adalah tambahan menarik untuk RAN, kapal yang sangat andal ini akan melayani bangsa dengan baik untuk beberapa dekade mendatang."

Pembangunan HMAS Canberra dimulai di Spanyol pada tahun 2008, dengan lambung diluncurkan oleh galangan kapal Spanyol Navantia pada tahun 2011. Lambung ini kemudian diangkut ke Australia pada akhir 2012 untuk diselesaikan oleh BAE Systems Australia.
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
 HMAS Canberra mengusung sistem propulsi diesel dan gas turbin (CODAG), yang dikombinasikan dengan satu turbin gas LM 2500 dan dua generator diesel MAN 16V32/40. Mampu berlayar dengan kecepatan maksimum 20 knot (37 km/jam) - digambarkan oleh media Australia kecepatannya lebih cepat dari beruang kutub namun lebih lambat dari rusa kutub.

Kapal berbobot benaman 27.831 ton ini merupakan kapal terbesar yang pernah dibangun untuk RAN, akan dikerahkan untuk menangani situasi pertempuran, keadaan darurat kemanusiaan, dan untuk mengangkut peralatan dan unit penerbangan militer. Yang pasti akan secara signifikan meningkatkan kemampuan penyebaran amfibi Angkatan Pertahanan Australia (ADF).

LHD yang berdimensi panjang 230 meter dan lebar 32 meter ini dipersenjatai dengan empat senjata otomatis 20 m, enam senapan mesin 12,7 mm, senjata anti-torpedo dan sistem decoy Nulka.

HMAS Canberra memiliki empat dek utama; dek kendaraan berat, akomodasi, hanggar dan kendaraan ringan, dan penerbangan. Mampu mengangkut lebih dari 1.000 personel, 4 kapal pendarat, 100 kendaraan lapis baja, 12 tank tempur utama dan 18 helikopter. HMAS Canberra dirancang untuk dapat beroperasi di pelabuhan sekunder, serta bermanuver di perairan dangkal di daerah pesisir.
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
 Selain untuk situasi tempur, Canberra dirancang untuk melakukan misi bantuan kemanusiaan dan bencana skala besar. Di dalamnya terdapat fasilitas medis lengkap dengan dua ruang operasi, satu ruangan Critical Care Unit dengan delapan tempat tidur, dan ruangan perawatan lainnya. Selain itu, HMAS Canberra juga mengakomodasi layanan radiologi, patologi, fasilitas farmasi dan gigi.

Komandan HMAS Canberra Captain Jonathan Sadleir mengatakan: "Melalui banyak upaya, kapal yang luar biasa ini akhirnya menjadi kenyataan."

"Kami tahu kapal ini memiliki kemampuan yang mengagumkan, tetapi langkah selanjutnya adalah pergi ke laut untuk prosedur pengujian, memperbaiki dan mengkonsolidasikan, sehingga kita dapat siap ketika bangsa membutuhkan."

Meskipun menjadi kapal pertama di kelasnya, HMAS Canberra diberikan nomor  L02, bukan L01. Kapal Kelas Canberra yang kedua HMAS Adelaide yang akan diberi nomor L01, yang rencananya akan mulai dioperasikan RAN pada bulan Juni tahun depan.

 Royal Australian Navy

Kapal Induk Landing Platform Dock Indonesia


KRI Banda Aceh 593
KRI Banda Aceh 593
Bukan pembelian 100 MBT Leopard 2A6 atau tambahan 6 Sukhoi yang menjadi pembicaraan hangat dari milier regional tentang Indonesia. Yang membuat mereka heboh dan terlambat sadar adalah, mengapa Indonesia memiliki 4 Multi-Role LPD berbobot 11,400-ton dan 19 Landing Ship.

Jumlah itu menghantarkan Indonesia memasuki papan atas “the most regional amphibious force” di Asia. Mereka mulai bertanya-tanya, mengapa Indonesia memiliki Heavy Landing Platform Dock /LPD dan Landing Ship sebanyak itu ?.
KRI Surabaya & KRI Banjarmasin
KRI Surabaya & KRI Banjarmasin
India hanya memiliki 18 landing ship. Sementara Korea Utara hanya 10 medium landing ship. Korea Selatan sedang membangun 4 LST untuk menggantikan kapal pengangkut sisa perang dunia kedua.
Malaysia kehilangan satu-satunya Landing Ship Tank LST Sri Inderapura karena terbakar pada tahun 2009. Filipina memiliki 7 namun 5 diantaranya peninggalan dari perang dunia kedua. Vietnam memiliki 6 kapal pendarat namun setengahnya peninggalan perang dunia kedua.
Negara-negara Asia umumnya masih melihat “amphibious forces”, secara tradisional, yakni jumlah kapal tempur dan kapal selam. Sementara bagaimana caranya agar pasukan bisa bergerak dengan cepat melalui laut, belum terlalu menjadi perhatian. Untuk itu, kemampuan tempur negara-negara Asia dianggap terbatas karena minimnya kapal angkut penggerak pasukan.
KRI Massar 590
 KRI Massar 590
Situasi tersebut berhasil diatasi Indonesia dengan membangun LPD dan Landing Ship sejak tahun 2003 hingga 2011. Indonesia memiliki 4 LPD 125 M, dimana 2 kapal di bangun di Korea dan 2 kapal dibangun di PAL Surabaya. Kapal Landing Platform Dock 125 M dirancang untuk mampu dipasang senjata 100mm dan dilengkapi Fire Control System, untuk melakukan self defence untuk melindungi pendaratan pasukan, kendaraan tempur, serta pendaratan helikopter.
Kapal LPD 125 meter ini didesain untuk pendaratan: Landing Craft Unit 23 m, operasi ampibi, tank carrier, combat vehicle 22 unit, dan tactical vehicle 13 unit.
Dalam sekali bergerak LPD ini juga mengangkut 507 personil termasuk 354 tentara, crew dan officer. LPD ini juga mengangkut 5 unit helicopter jenis MI-2 atau BELL 412, serta mampu berlayar selama 30 hari secara terus menerus.
KRI Makassar 590
KRI Makassar 590
4 LPD Indonesia adalah: KRI Makassar-590 dan KRI Surabaya-591(dibangun di Korea), serta KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593 (dibangun di PT PAL, Surabaya). Indonesia masih punya satu lagi LPD yakni KRI Dr Soeharso yang dijadikan kapal bantu Rumah Sakit.

Adapun 19 LST Landing Ship lainnya adalah: 6 LSTH tipe Tacoma kelas KRI Teluk Semangka buatan Korea Selatan. Ada pula 12 LSM kelas Frosch I, buatan Jerman Timur, serta 2 AKL-ARL kelas Frosch II, yakni KRI Teluk Cirebon dan Teluk Sabang.
KRI Banjarmasin
KRI Banjarmasin
Untuk urusan pergerakan pasukan, Indonesia termasuk yang paling siap di Asia Tenggara. Hal ini wajar karena Indonesia negara yang berbentuk kepulauan (1300 pulau). Untuk masa damai LPD bisa digunakan untuk misi penanggulangan bencana karena Indonesia termasuk wilayah “Ring of Fire” akibat pertemuan lempeng bumi. Jk

Kendaraan Tempur Infantri BMP-3M, Upgrade Dari BMP-3F

BMP-3M
BMP-3M
BMP-3M / BMP-3U, versi upgrade dari kendaraan tempur infantri (IFV) BMP-3 menawarkan efisiensi yang lebih baik untuk pasukan darat. Memiliki fitur daya tembak superior dan perlindungan lebih dibanding pendahulunya. Chassis dari upgrade BMP-3 kendaraan dikembangkan oleh Kurganmashzavod dan menara disediakan oleh KBP Instrument Design Bureau.

Pemerintah Rusia telah menyelesaikan kontrak untuk penjualan sekitar 400 BMP-3M IFVs ke Yunani pada Maret 2010. Angkatan bersenjata UEA menandatangani kontrak dengan eksportir senjata Rusia Rosoboronexport untuk meng-upgrade 135 BMP-3 nya dengan standar BMP-3M. Pengujian akhir dari kendaraan upgrade pertama selesai pada Februari 2013.

BMP-3 tempur infanteri kendaraan masuk produksi pada akhir 1980-an. Desain modern BMP-3M amfibi tempur infanteri kendaraan didasarkan pada BMP-3 IFV yang masuk ke layanan dengan Tentara Soviet pada tahun 1987.

IFV upgrade dapat membawa tiga awak, termasuk komandan, penembak dan sopir, serta sampai tujuh tentara. Memiliki panjang 6.71 m, lebar 3.15 m dan tinggi 2.3m dengan memiliki ground clearance 0.45m dan berat tempur 22T. Kendaraan ini dilengkapi dengan sistem pendingin udara dan unit filter-ventilator untuk memberi kenyamanan kru.
BMP-3M
BMP-3M dilengkapi dengan Bakhcha-U berputar modul turret dengan stabilisasi dua-sumbu untuk memberikan kemampuan tempur ditingkatkan. Menara ini dipasang dengan 100mm 2A70 senapan semi-otomatis, yang memiliki tingkat kecepatan tembak sepuluh putaran per menit dan berbagai 4.000 m.

Juga dipasang di turret adalah senjata otomatis 30mm 2A72, yang memiliki 300 putaran per menit dan berbagai 4.000 m. Kendaraan ini lebih lanjut bersenjata dengan senapan mesin 7.62mm PKTM dengan jarak tembak maksimal 2.000 m.

BMP-3M dilengkapi dengan perisai armor tambahan untuk memberi perlindungan dari armor 12,7 mm peluru tajam. Baja reaktif eksplosif (ERA) kit dipasang untuk melindungi kendaraan dari anti-tank biaya berongga proyektil. Kendaraan ini juga dilengkapi dengan Arena-E bantuan defensif suite untuk secara otomatis mendeteksi dan merusak dipandu dan terarah rudal anti-tank dan granat anti-tank.

Sistem perlindungan Shtora-1 terhadap senjata presisi tinggi terpasang pada kendaraan memberikan perlindungan dari peluru kendali anti-tank dengan illuminator laser, persenjataan artileri dengan laser range sistem pengendalian kebakaran berbasis finder dan anti-tank dipandu rudal menggunakan sistem pembinaan semi-otomatis.
BMP-3M
BMP-3M
Memiliki sistem pengendalian kebakaran digital upgrade dilengkapi untuk meningkatkan daya api modern kendaraan amfibi lapis baja. Stasiun penembak dilengkapi dengan mode siang dan malam dengan anti-tank dipandu rudal (ATGM) dan laser range finder terintegrasi. Kendaraan ini juga terintegrasi dengan kamera thermal imaging, sebuah AST-B sasaran tracker otomatis, komputer balistik dan stabilizer persenjataan.

BMP-3M didukung oleh baru empat-stroke, sepuluh silinder mesin canggih UTD-32T diesel turbocharged, yang menghasilkan output daya 600hp. Mesin ini dilengkapi dengan dua dipentaskan udara bersih dan sistem pendingin. Sistem propulsi menyediakan kecepatan maksimum 70 km / jam di jalan, kecepatan tertinggi 10km / jam di atas air, dan daya jelajah 600km.

Kendaraan ini dapat melibas jalan dengan gradian lebih dari 35% dan sisi lereng 20%, dan bisa menyeberang hambatan vertikal 0.8m dan parit dari 2.5m. Kendaraan ini dapat melakukan misi tempur di bawah berbagai kondisi iklim di suhu mulai dari -50 sampai +50 ° C.

PT Pindad Kembangkan Roket Balistik R-Han 122 Yang Lebih Canggih

R-Han 122 Pt Pindad
R-Han 122 Pt Pindad
Jakarta – Produsen amunisi dan senjata PT Pindad, berhasil mengembangkan roket balistik bernama Rudal Pertahanan atau R-Han 122. Roket pertama buatan Indonesia diproduksi untuk memenuhi kebutuhan TNI, pasalnya selama ini masih diimpor dari sejumlah negara.

Direktur Utama Pindad Silmy Karim mengungkapkan, R-Han 122 memiliki kemampuan tembak mencapai 15 kilometer. Proyek pembuatan roket ini menjadi awal dari rencana panjang perseroan untuk membuat peluru kendali (rudal) jarak jauh.
R-Han 122 Pt Pindad
Ujicoba Roket R-Han 122 (photo: Viva)
“Yang paling ultimate kita akan buat peluru kendali dan diawali dengan pembuatan roket ini,” kata Silmy saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (17/4/2015).

Peluru kendali ini dijelaskan Silmy dapat menempuh jarak tembak mencapai ratusan kilometer dengan pergerakannya dapat dikendalikan dari pangkalan tembak. Ini akan menjadi satu hal yang membanggakan mengingat saat ini Indonesia belum mampu memproduksi peluru kendali.
Roket Balistik R-Han 122
Roket Balistik R-Han 122
Dengan komitmen Presiden Jokowi untuk mendukung industri pertahanan tersebut diharapkan Silmy proyek peluru kendali tersebut dapat segera dipercepat pembuatannya.

Seperti diketahui, di penghujung Maret 2012 lalu, Kementerian Pertahanan melakukan uji coba penembakan Roket Pertahanan (R-Han) 122 di Pusat Latihan Tempur TNI AD, Baturaja, Sumatera Selatan.

R-Han 122 berfungsi sebagai senjata berdaya ledak optimal dengan sasaran darat dan jarak tembak sampai 15 kilometer.

Roket Balistik R-Han 122
Roket Balistik R-Han 122
Dengan semakin banyaknya produk dalam negeri yang semakin canggih tersebut diharapkan akan menjadi bagian dari kemandirian sistem pertahanan Indonesia, bahkan dapat di ekspor ke beberapa negara.

Saat ini, PT Pindad telah mengekspor sejumlah senjata ke beberapa negara di dunia seperti di Asia dan Afrika. Tak hanya itu, produk kendaraan tempur produksi Pindad seperti Panser Anoa juga laris manis dimintai negara-negara di Asean dan Timur Tengah. (Liputan6.com)

F-22 Raptor, Jet Tempur Generasi Kelima Yang Paling Ditakuti


F-22 Raptor
F-22 Raptor
Ini dia pesawat tempur paling ditakuti yang pernah dirancang oleh manusia. Sebuah produk dari Boeing dan Lockheed-Martin, didukung oleh mesin sangat kuat Pratt & Whitney. Pesawat ini merupakan jet tempur generasi kelima yang menggabungkan kemampuan untuk supercruise-yaitu, mencapai penerbangan supersonik tanpa afterburner, karakteristik siluman bersama dengan avionik terpadu canggih dan sensor.

Melihat F-22 Raptor dari berbagai sudut
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 telah menjadi kontroversi dalam beberapa tahun terakhir karena masalah dengan peralatan pendukung kehidupan di pesawat, yang membuat gejala Hipoksia- pilot. Sebagai hasil dari penyelidikan yang sangat mendalam oleh USAF dan Lockheed-Martin, masalah tampaknya telah diperbaiki dan Raptor telah dilepaskan untuk mondar-mandir di langit.
F-22 Raptor
F-22 Raptor
Untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun pelayanan, F-22 telah dikerahkan dalam pertempuran di Suriah, menggunakan amunisi presisi-dipandu menyerang target ISIS.
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor

Insiden Pesawat Tempur Tua Yang Dihidupkan Kembali

F-16 Fighting Falcon Block 52ID terbakar
Terbakarnya pesawat F-16 milik TNI Angkatan Udara akibat gagal lepas landas sungguh mengejutkan dan memprihatinkan. Peristiwa ini memberi momentum untuk mengevaluasi semua alat utama sistem persenjataan yang kita miliki, terutama alutsista bekas dari negara lain.

Proses evakuasi pesawat tempur F-16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (16/4). Pesawat F-16 dengan nomor register TS-1643 yang dipiloti Letnan Kolonel (Pnb) Firman Dwi Cahyono itu gagal tinggal landas dan terbakar.

Pesawat F-16 dengan nomor ekor Tempur Sergap (TS) mengalami gangguan mesin dan terbakar saat persiapan lepas landas di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (16/4), pukul 08.15. Pesawat yang dijuluki "Fighting Falcon" ini merupakan bagian dari proyek hibah 24 pesawat F-16 dari Amerika Serikat. Sebanyak lima pesawat sudah didatangkan dari Utah, AS, ke Madiun, Jawa Timur, dan 19 pesawat lainnya direncanakan tiba tahun ini.

Musibah ini sungguh mengejutkan karena pesawat jet F-16 ini seharusnya tampil prima dan garang di langit Nusantara. Pesawat yang diterbangkan Letnan Kolonel (Pnb) Firman Dwi Cahyono ini seharusnya menjadi kebanggaan rakyat Indonesia dan diandalkan menjaga kedaulatan negara yang amat luas.

Namun, di sisi lain, kita sangat prihatin, ternyata pesawat tempur yang kita miliki adalah pesawat tua yang "dihidupkan" kembali. Pesawat yang tampaknya modern itu ternyata pesawat-pesawat yang telah diremajakan di Ogden Air Logistic Center di Pangkalan AU Hill, Utah, AS. Pesawat tempur yang telah berusia sekitar 30 tahun ini ternyata tidak bisa melawan takdir rentanya usia pesawat tersebut.

Peristiwa ini memberi pelajaran yang sangat pahit buat bangsa ini. Tidak hanya dipermalukan dengan rentanya alutsista yang kita miliki, tetapi juga nyaris saja menggugurkan prajurit terbaik yang kita miliki. Berulang kali prajurit kita bertaruh nyawa bukan melawan musuh, melainkan menghadapi sistem persenjataan yang rapuh.

Dengan pelajaran yang sangat pahit ini seharusnya menjadi koreksi dan evaluasi terhadap alutsista yang kita miliki, terutama alutsista bekas yang berasal dari negara lain. Koreksi dan evaluasi tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah, tetapi agar tidak terulang kembali pada masa mendatang.

Langkah Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna untuk sementara waktu tidak mengoperasikan pesawat tempur F-16 adalah langkah yang benar. Kita perlu mengevaluasi kembali kelayakan pesawat tempur yang kita miliki, apakah barang-barang hibah tersebut layak dipakai, bagaimana rekam jejaknya, pernah dipakai bertempur di mana saja, dan apa kekurangannya. Dibutuhkan evaluasi yang tajam sebelum memutuskan untuk mengoperasikan kembali pesawat tersebut, termasuk terhadap 19 pesawat F-16 lainnya yang belum tiba di Tanah Air.

Pelajaran lain dari musibah ini adalah pemerintah harus memberi anggaran lebih besar lagi untuk membeli alutsista baru, tidak lagi mengandalkan pembelian pesawat bekas atau hibah dari negara lain. Bahkan, untuk jangka menengah dan panjang, pemerintah bersama DPR harus memikirkan agar bangsa ini mampu membangun industri pertahanan yang kuat. (kompas.com)

Terkait Isu Sengketa Laut China Selatan, Indonesia Inginkan Latihan Rutin Dengan US Navy


TNI AL
Angkatan Kapal Perang TNI AL
NATUNA:(DM) - Media massa asing ramai membicarakan manuver Indonesia yang merapat ke Amerika Serikat di isu Laut China Selatan. Langkah TNI mengajak Angkatan Laut AS (US Navy) untuk latihan rutin di sekitar Natuna ditafsirkan sebagai upaya menghadang agresivitas klaim China terkait batas wilayah maupun ZEE.

Latihan militer dengan pasukan Negeri Abang Sam digelar sejak akhir pekan lalu di Batam, 480 kilometer dari Natuna. Ada 88 personil militer terlibat. Pesawat mata-mata P-3 Orion milik AS turut disertakan untuk simulasi menghadang kapal laut maupun kapal selam.

"Itu latihan kedua dengan AS," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Manahan Simorangkir, seperti dikutip dari Reuters.
TNI AL
Proses latihan TNI AL
Kerja sama TNI AL-US Navy direncanakan berlangsung rutin hingga 2016. Turkish Weekly menafsirkan kebijakan militer ini sebagai upaya politis mengamankan kepentingan Indonesia di Natuna. Tajuk yang dipakai adalah 'Mengganggu Beijing: AS dan Indonesia akan menggelar latihan tempur rutin di Laut China Selatan'.

Dihubungi terpisah, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memastikan Indonesia bukan pihak yang berkepentingan pada konflik Laut China Selatan. "Tapi kami ingin menambah kekuatan militer di sana, kalau bisa mencakup darat, laut, dan udara," ujarnya.

Di sisi lain, AS mengakui latihan bersama dengan TNI AL merupakan upaya menyeimbangkan situasi Laut China Selatan yang sekarang didominasi China. Kebijakan ini sejalan dengan rencana Negeri Adi Daya itu menambah 60 persen armada laut di kawasan pasifik.

"Amerika adalah kekuatan utama di Pasifik, dan akan terus seperti itu," kata Menteri Pertahanan AS Ashton Carter.
Peta pulau natuna indonesia
Peta LCS
Indonesia sejauh ini belum bersengketa langsung dengan RRC. Sebelum isu peta China dengan sembilan garis titik-titik menyinggung Natuna pada 2009, Vietnam dan Filipina lah yang sering perang urat saraf dengan Negeri Tirai Bambu.

China sengaja melakukan manuver agresif di Laut China Selatan. Negara komunis itu menempatkan tiga kapal perang di Atol Laut James Shoal, Malaysia. Salah satunya adalah Kapal Induk Liaoning, yang mampu mengangkut belasan jet tempur J-15 (varian Sukhoi Su-33).