Tuesday, 21 April 2015

Australia Resmi Operasikan Kapal Serbu Amphibi Landing Helicopter Dock

HMAS Canberra III L02
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
Angkatan Laut Australia (RAN) telah resmi mengoperasikan HMAS Canberra III (L02), yang merupakan kapal pertama dari dua kapal serbu amfibi atau dikenal dengan Landing Helicopter Dock (LHD) Kelas Canberra.

Kepala Staf RAN Vice Admiral Tim Barrett mengatakan saat peresmian HMAS Canberra di Pangkalan Armada Timur, Sydney, pada 28 November 2014: "HMAS Canberra adalah tambahan menarik untuk RAN, kapal yang sangat andal ini akan melayani bangsa dengan baik untuk beberapa dekade mendatang."

Pembangunan HMAS Canberra dimulai di Spanyol pada tahun 2008, dengan lambung diluncurkan oleh galangan kapal Spanyol Navantia pada tahun 2011. Lambung ini kemudian diangkut ke Australia pada akhir 2012 untuk diselesaikan oleh BAE Systems Australia.
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
 HMAS Canberra mengusung sistem propulsi diesel dan gas turbin (CODAG), yang dikombinasikan dengan satu turbin gas LM 2500 dan dua generator diesel MAN 16V32/40. Mampu berlayar dengan kecepatan maksimum 20 knot (37 km/jam) - digambarkan oleh media Australia kecepatannya lebih cepat dari beruang kutub namun lebih lambat dari rusa kutub.

Kapal berbobot benaman 27.831 ton ini merupakan kapal terbesar yang pernah dibangun untuk RAN, akan dikerahkan untuk menangani situasi pertempuran, keadaan darurat kemanusiaan, dan untuk mengangkut peralatan dan unit penerbangan militer. Yang pasti akan secara signifikan meningkatkan kemampuan penyebaran amfibi Angkatan Pertahanan Australia (ADF).

LHD yang berdimensi panjang 230 meter dan lebar 32 meter ini dipersenjatai dengan empat senjata otomatis 20 m, enam senapan mesin 12,7 mm, senjata anti-torpedo dan sistem decoy Nulka.

HMAS Canberra memiliki empat dek utama; dek kendaraan berat, akomodasi, hanggar dan kendaraan ringan, dan penerbangan. Mampu mengangkut lebih dari 1.000 personel, 4 kapal pendarat, 100 kendaraan lapis baja, 12 tank tempur utama dan 18 helikopter. HMAS Canberra dirancang untuk dapat beroperasi di pelabuhan sekunder, serta bermanuver di perairan dangkal di daerah pesisir.
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
HMAS Canberra III (L02) Landing Helicopter Dock
 Selain untuk situasi tempur, Canberra dirancang untuk melakukan misi bantuan kemanusiaan dan bencana skala besar. Di dalamnya terdapat fasilitas medis lengkap dengan dua ruang operasi, satu ruangan Critical Care Unit dengan delapan tempat tidur, dan ruangan perawatan lainnya. Selain itu, HMAS Canberra juga mengakomodasi layanan radiologi, patologi, fasilitas farmasi dan gigi.

Komandan HMAS Canberra Captain Jonathan Sadleir mengatakan: "Melalui banyak upaya, kapal yang luar biasa ini akhirnya menjadi kenyataan."

"Kami tahu kapal ini memiliki kemampuan yang mengagumkan, tetapi langkah selanjutnya adalah pergi ke laut untuk prosedur pengujian, memperbaiki dan mengkonsolidasikan, sehingga kita dapat siap ketika bangsa membutuhkan."

Meskipun menjadi kapal pertama di kelasnya, HMAS Canberra diberikan nomor  L02, bukan L01. Kapal Kelas Canberra yang kedua HMAS Adelaide yang akan diberi nomor L01, yang rencananya akan mulai dioperasikan RAN pada bulan Juni tahun depan.

 Royal Australian Navy

Kapal Induk Landing Platform Dock Indonesia


KRI Banda Aceh 593
KRI Banda Aceh 593
Bukan pembelian 100 MBT Leopard 2A6 atau tambahan 6 Sukhoi yang menjadi pembicaraan hangat dari milier regional tentang Indonesia. Yang membuat mereka heboh dan terlambat sadar adalah, mengapa Indonesia memiliki 4 Multi-Role LPD berbobot 11,400-ton dan 19 Landing Ship.

Jumlah itu menghantarkan Indonesia memasuki papan atas “the most regional amphibious force” di Asia. Mereka mulai bertanya-tanya, mengapa Indonesia memiliki Heavy Landing Platform Dock /LPD dan Landing Ship sebanyak itu ?.
KRI Surabaya & KRI Banjarmasin
KRI Surabaya & KRI Banjarmasin
India hanya memiliki 18 landing ship. Sementara Korea Utara hanya 10 medium landing ship. Korea Selatan sedang membangun 4 LST untuk menggantikan kapal pengangkut sisa perang dunia kedua.
Malaysia kehilangan satu-satunya Landing Ship Tank LST Sri Inderapura karena terbakar pada tahun 2009. Filipina memiliki 7 namun 5 diantaranya peninggalan dari perang dunia kedua. Vietnam memiliki 6 kapal pendarat namun setengahnya peninggalan perang dunia kedua.
Negara-negara Asia umumnya masih melihat “amphibious forces”, secara tradisional, yakni jumlah kapal tempur dan kapal selam. Sementara bagaimana caranya agar pasukan bisa bergerak dengan cepat melalui laut, belum terlalu menjadi perhatian. Untuk itu, kemampuan tempur negara-negara Asia dianggap terbatas karena minimnya kapal angkut penggerak pasukan.
KRI Massar 590
 KRI Massar 590
Situasi tersebut berhasil diatasi Indonesia dengan membangun LPD dan Landing Ship sejak tahun 2003 hingga 2011. Indonesia memiliki 4 LPD 125 M, dimana 2 kapal di bangun di Korea dan 2 kapal dibangun di PAL Surabaya. Kapal Landing Platform Dock 125 M dirancang untuk mampu dipasang senjata 100mm dan dilengkapi Fire Control System, untuk melakukan self defence untuk melindungi pendaratan pasukan, kendaraan tempur, serta pendaratan helikopter.
Kapal LPD 125 meter ini didesain untuk pendaratan: Landing Craft Unit 23 m, operasi ampibi, tank carrier, combat vehicle 22 unit, dan tactical vehicle 13 unit.
Dalam sekali bergerak LPD ini juga mengangkut 507 personil termasuk 354 tentara, crew dan officer. LPD ini juga mengangkut 5 unit helicopter jenis MI-2 atau BELL 412, serta mampu berlayar selama 30 hari secara terus menerus.
KRI Makassar 590
KRI Makassar 590
4 LPD Indonesia adalah: KRI Makassar-590 dan KRI Surabaya-591(dibangun di Korea), serta KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593 (dibangun di PT PAL, Surabaya). Indonesia masih punya satu lagi LPD yakni KRI Dr Soeharso yang dijadikan kapal bantu Rumah Sakit.

Adapun 19 LST Landing Ship lainnya adalah: 6 LSTH tipe Tacoma kelas KRI Teluk Semangka buatan Korea Selatan. Ada pula 12 LSM kelas Frosch I, buatan Jerman Timur, serta 2 AKL-ARL kelas Frosch II, yakni KRI Teluk Cirebon dan Teluk Sabang.
KRI Banjarmasin
KRI Banjarmasin
Untuk urusan pergerakan pasukan, Indonesia termasuk yang paling siap di Asia Tenggara. Hal ini wajar karena Indonesia negara yang berbentuk kepulauan (1300 pulau). Untuk masa damai LPD bisa digunakan untuk misi penanggulangan bencana karena Indonesia termasuk wilayah “Ring of Fire” akibat pertemuan lempeng bumi. Jk

Kendaraan Tempur Infantri BMP-3M, Upgrade Dari BMP-3F

BMP-3M
BMP-3M
BMP-3M / BMP-3U, versi upgrade dari kendaraan tempur infantri (IFV) BMP-3 menawarkan efisiensi yang lebih baik untuk pasukan darat. Memiliki fitur daya tembak superior dan perlindungan lebih dibanding pendahulunya. Chassis dari upgrade BMP-3 kendaraan dikembangkan oleh Kurganmashzavod dan menara disediakan oleh KBP Instrument Design Bureau.

Pemerintah Rusia telah menyelesaikan kontrak untuk penjualan sekitar 400 BMP-3M IFVs ke Yunani pada Maret 2010. Angkatan bersenjata UEA menandatangani kontrak dengan eksportir senjata Rusia Rosoboronexport untuk meng-upgrade 135 BMP-3 nya dengan standar BMP-3M. Pengujian akhir dari kendaraan upgrade pertama selesai pada Februari 2013.

BMP-3 tempur infanteri kendaraan masuk produksi pada akhir 1980-an. Desain modern BMP-3M amfibi tempur infanteri kendaraan didasarkan pada BMP-3 IFV yang masuk ke layanan dengan Tentara Soviet pada tahun 1987.

IFV upgrade dapat membawa tiga awak, termasuk komandan, penembak dan sopir, serta sampai tujuh tentara. Memiliki panjang 6.71 m, lebar 3.15 m dan tinggi 2.3m dengan memiliki ground clearance 0.45m dan berat tempur 22T. Kendaraan ini dilengkapi dengan sistem pendingin udara dan unit filter-ventilator untuk memberi kenyamanan kru.
BMP-3M
BMP-3M dilengkapi dengan Bakhcha-U berputar modul turret dengan stabilisasi dua-sumbu untuk memberikan kemampuan tempur ditingkatkan. Menara ini dipasang dengan 100mm 2A70 senapan semi-otomatis, yang memiliki tingkat kecepatan tembak sepuluh putaran per menit dan berbagai 4.000 m.

Juga dipasang di turret adalah senjata otomatis 30mm 2A72, yang memiliki 300 putaran per menit dan berbagai 4.000 m. Kendaraan ini lebih lanjut bersenjata dengan senapan mesin 7.62mm PKTM dengan jarak tembak maksimal 2.000 m.

BMP-3M dilengkapi dengan perisai armor tambahan untuk memberi perlindungan dari armor 12,7 mm peluru tajam. Baja reaktif eksplosif (ERA) kit dipasang untuk melindungi kendaraan dari anti-tank biaya berongga proyektil. Kendaraan ini juga dilengkapi dengan Arena-E bantuan defensif suite untuk secara otomatis mendeteksi dan merusak dipandu dan terarah rudal anti-tank dan granat anti-tank.

Sistem perlindungan Shtora-1 terhadap senjata presisi tinggi terpasang pada kendaraan memberikan perlindungan dari peluru kendali anti-tank dengan illuminator laser, persenjataan artileri dengan laser range sistem pengendalian kebakaran berbasis finder dan anti-tank dipandu rudal menggunakan sistem pembinaan semi-otomatis.
BMP-3M
BMP-3M
Memiliki sistem pengendalian kebakaran digital upgrade dilengkapi untuk meningkatkan daya api modern kendaraan amfibi lapis baja. Stasiun penembak dilengkapi dengan mode siang dan malam dengan anti-tank dipandu rudal (ATGM) dan laser range finder terintegrasi. Kendaraan ini juga terintegrasi dengan kamera thermal imaging, sebuah AST-B sasaran tracker otomatis, komputer balistik dan stabilizer persenjataan.

BMP-3M didukung oleh baru empat-stroke, sepuluh silinder mesin canggih UTD-32T diesel turbocharged, yang menghasilkan output daya 600hp. Mesin ini dilengkapi dengan dua dipentaskan udara bersih dan sistem pendingin. Sistem propulsi menyediakan kecepatan maksimum 70 km / jam di jalan, kecepatan tertinggi 10km / jam di atas air, dan daya jelajah 600km.

Kendaraan ini dapat melibas jalan dengan gradian lebih dari 35% dan sisi lereng 20%, dan bisa menyeberang hambatan vertikal 0.8m dan parit dari 2.5m. Kendaraan ini dapat melakukan misi tempur di bawah berbagai kondisi iklim di suhu mulai dari -50 sampai +50 ° C.

PT Pindad Kembangkan Roket Balistik R-Han 122 Yang Lebih Canggih

R-Han 122 Pt Pindad
R-Han 122 Pt Pindad
Jakarta – Produsen amunisi dan senjata PT Pindad, berhasil mengembangkan roket balistik bernama Rudal Pertahanan atau R-Han 122. Roket pertama buatan Indonesia diproduksi untuk memenuhi kebutuhan TNI, pasalnya selama ini masih diimpor dari sejumlah negara.

Direktur Utama Pindad Silmy Karim mengungkapkan, R-Han 122 memiliki kemampuan tembak mencapai 15 kilometer. Proyek pembuatan roket ini menjadi awal dari rencana panjang perseroan untuk membuat peluru kendali (rudal) jarak jauh.
R-Han 122 Pt Pindad
Ujicoba Roket R-Han 122 (photo: Viva)
“Yang paling ultimate kita akan buat peluru kendali dan diawali dengan pembuatan roket ini,” kata Silmy saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (17/4/2015).

Peluru kendali ini dijelaskan Silmy dapat menempuh jarak tembak mencapai ratusan kilometer dengan pergerakannya dapat dikendalikan dari pangkalan tembak. Ini akan menjadi satu hal yang membanggakan mengingat saat ini Indonesia belum mampu memproduksi peluru kendali.
Roket Balistik R-Han 122
Roket Balistik R-Han 122
Dengan komitmen Presiden Jokowi untuk mendukung industri pertahanan tersebut diharapkan Silmy proyek peluru kendali tersebut dapat segera dipercepat pembuatannya.

Seperti diketahui, di penghujung Maret 2012 lalu, Kementerian Pertahanan melakukan uji coba penembakan Roket Pertahanan (R-Han) 122 di Pusat Latihan Tempur TNI AD, Baturaja, Sumatera Selatan.

R-Han 122 berfungsi sebagai senjata berdaya ledak optimal dengan sasaran darat dan jarak tembak sampai 15 kilometer.

Roket Balistik R-Han 122
Roket Balistik R-Han 122
Dengan semakin banyaknya produk dalam negeri yang semakin canggih tersebut diharapkan akan menjadi bagian dari kemandirian sistem pertahanan Indonesia, bahkan dapat di ekspor ke beberapa negara.

Saat ini, PT Pindad telah mengekspor sejumlah senjata ke beberapa negara di dunia seperti di Asia dan Afrika. Tak hanya itu, produk kendaraan tempur produksi Pindad seperti Panser Anoa juga laris manis dimintai negara-negara di Asean dan Timur Tengah. (Liputan6.com)

F-22 Raptor, Jet Tempur Generasi Kelima Yang Paling Ditakuti


F-22 Raptor
F-22 Raptor
Ini dia pesawat tempur paling ditakuti yang pernah dirancang oleh manusia. Sebuah produk dari Boeing dan Lockheed-Martin, didukung oleh mesin sangat kuat Pratt & Whitney. Pesawat ini merupakan jet tempur generasi kelima yang menggabungkan kemampuan untuk supercruise-yaitu, mencapai penerbangan supersonik tanpa afterburner, karakteristik siluman bersama dengan avionik terpadu canggih dan sensor.

Melihat F-22 Raptor dari berbagai sudut
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 telah menjadi kontroversi dalam beberapa tahun terakhir karena masalah dengan peralatan pendukung kehidupan di pesawat, yang membuat gejala Hipoksia- pilot. Sebagai hasil dari penyelidikan yang sangat mendalam oleh USAF dan Lockheed-Martin, masalah tampaknya telah diperbaiki dan Raptor telah dilepaskan untuk mondar-mandir di langit.
F-22 Raptor
F-22 Raptor
Untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun pelayanan, F-22 telah dikerahkan dalam pertempuran di Suriah, menggunakan amunisi presisi-dipandu menyerang target ISIS.
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor
F-22 Raptor

Insiden Pesawat Tempur Tua Yang Dihidupkan Kembali

F-16 Fighting Falcon Block 52ID terbakar
Terbakarnya pesawat F-16 milik TNI Angkatan Udara akibat gagal lepas landas sungguh mengejutkan dan memprihatinkan. Peristiwa ini memberi momentum untuk mengevaluasi semua alat utama sistem persenjataan yang kita miliki, terutama alutsista bekas dari negara lain.

Proses evakuasi pesawat tempur F-16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (16/4). Pesawat F-16 dengan nomor register TS-1643 yang dipiloti Letnan Kolonel (Pnb) Firman Dwi Cahyono itu gagal tinggal landas dan terbakar.

Pesawat F-16 dengan nomor ekor Tempur Sergap (TS) mengalami gangguan mesin dan terbakar saat persiapan lepas landas di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (16/4), pukul 08.15. Pesawat yang dijuluki "Fighting Falcon" ini merupakan bagian dari proyek hibah 24 pesawat F-16 dari Amerika Serikat. Sebanyak lima pesawat sudah didatangkan dari Utah, AS, ke Madiun, Jawa Timur, dan 19 pesawat lainnya direncanakan tiba tahun ini.

Musibah ini sungguh mengejutkan karena pesawat jet F-16 ini seharusnya tampil prima dan garang di langit Nusantara. Pesawat yang diterbangkan Letnan Kolonel (Pnb) Firman Dwi Cahyono ini seharusnya menjadi kebanggaan rakyat Indonesia dan diandalkan menjaga kedaulatan negara yang amat luas.

Namun, di sisi lain, kita sangat prihatin, ternyata pesawat tempur yang kita miliki adalah pesawat tua yang "dihidupkan" kembali. Pesawat yang tampaknya modern itu ternyata pesawat-pesawat yang telah diremajakan di Ogden Air Logistic Center di Pangkalan AU Hill, Utah, AS. Pesawat tempur yang telah berusia sekitar 30 tahun ini ternyata tidak bisa melawan takdir rentanya usia pesawat tersebut.

Peristiwa ini memberi pelajaran yang sangat pahit buat bangsa ini. Tidak hanya dipermalukan dengan rentanya alutsista yang kita miliki, tetapi juga nyaris saja menggugurkan prajurit terbaik yang kita miliki. Berulang kali prajurit kita bertaruh nyawa bukan melawan musuh, melainkan menghadapi sistem persenjataan yang rapuh.

Dengan pelajaran yang sangat pahit ini seharusnya menjadi koreksi dan evaluasi terhadap alutsista yang kita miliki, terutama alutsista bekas yang berasal dari negara lain. Koreksi dan evaluasi tidak bermaksud untuk mencari siapa yang salah, tetapi agar tidak terulang kembali pada masa mendatang.

Langkah Kepala Staf TNI AU Marsekal Agus Supriatna untuk sementara waktu tidak mengoperasikan pesawat tempur F-16 adalah langkah yang benar. Kita perlu mengevaluasi kembali kelayakan pesawat tempur yang kita miliki, apakah barang-barang hibah tersebut layak dipakai, bagaimana rekam jejaknya, pernah dipakai bertempur di mana saja, dan apa kekurangannya. Dibutuhkan evaluasi yang tajam sebelum memutuskan untuk mengoperasikan kembali pesawat tersebut, termasuk terhadap 19 pesawat F-16 lainnya yang belum tiba di Tanah Air.

Pelajaran lain dari musibah ini adalah pemerintah harus memberi anggaran lebih besar lagi untuk membeli alutsista baru, tidak lagi mengandalkan pembelian pesawat bekas atau hibah dari negara lain. Bahkan, untuk jangka menengah dan panjang, pemerintah bersama DPR harus memikirkan agar bangsa ini mampu membangun industri pertahanan yang kuat. (kompas.com)

Terkait Isu Sengketa Laut China Selatan, Indonesia Inginkan Latihan Rutin Dengan US Navy


TNI AL
Angkatan Kapal Perang TNI AL
NATUNA:(DM) - Media massa asing ramai membicarakan manuver Indonesia yang merapat ke Amerika Serikat di isu Laut China Selatan. Langkah TNI mengajak Angkatan Laut AS (US Navy) untuk latihan rutin di sekitar Natuna ditafsirkan sebagai upaya menghadang agresivitas klaim China terkait batas wilayah maupun ZEE.

Latihan militer dengan pasukan Negeri Abang Sam digelar sejak akhir pekan lalu di Batam, 480 kilometer dari Natuna. Ada 88 personil militer terlibat. Pesawat mata-mata P-3 Orion milik AS turut disertakan untuk simulasi menghadang kapal laut maupun kapal selam.

"Itu latihan kedua dengan AS," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Manahan Simorangkir, seperti dikutip dari Reuters.
TNI AL
Proses latihan TNI AL
Kerja sama TNI AL-US Navy direncanakan berlangsung rutin hingga 2016. Turkish Weekly menafsirkan kebijakan militer ini sebagai upaya politis mengamankan kepentingan Indonesia di Natuna. Tajuk yang dipakai adalah 'Mengganggu Beijing: AS dan Indonesia akan menggelar latihan tempur rutin di Laut China Selatan'.

Dihubungi terpisah, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memastikan Indonesia bukan pihak yang berkepentingan pada konflik Laut China Selatan. "Tapi kami ingin menambah kekuatan militer di sana, kalau bisa mencakup darat, laut, dan udara," ujarnya.

Di sisi lain, AS mengakui latihan bersama dengan TNI AL merupakan upaya menyeimbangkan situasi Laut China Selatan yang sekarang didominasi China. Kebijakan ini sejalan dengan rencana Negeri Adi Daya itu menambah 60 persen armada laut di kawasan pasifik.

"Amerika adalah kekuatan utama di Pasifik, dan akan terus seperti itu," kata Menteri Pertahanan AS Ashton Carter.
Peta pulau natuna indonesia
Peta LCS
Indonesia sejauh ini belum bersengketa langsung dengan RRC. Sebelum isu peta China dengan sembilan garis titik-titik menyinggung Natuna pada 2009, Vietnam dan Filipina lah yang sering perang urat saraf dengan Negeri Tirai Bambu.

China sengaja melakukan manuver agresif di Laut China Selatan. Negara komunis itu menempatkan tiga kapal perang di Atol Laut James Shoal, Malaysia. Salah satunya adalah Kapal Induk Liaoning, yang mampu mengangkut belasan jet tempur J-15 (varian Sukhoi Su-33).

Insiden Terbakarnya F-16 Di Halim Perdanakusuma, TNI AU Makin Minati Sukhoi Su-35

Sukhoi Su-35
Sukhoi Su-35
Insiden terbakarnya F-16 di Landasan Udara Halim Perdanakusuma membuat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) mengkaji ulang kebijakannya mengenai pembelian pesawat bekas. Satuan dengan semboyan Swa Bhuwana Paksa ini tak mau kejadian serupa terulang kembali.

“Kita ada rencana penggantian, dengan kejadian ini sudah jelas menjadi pengalaman dan introspeksi, jangan sampai kita membeli lagi pesawat F-16 bekas,” kata Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Agus Supriatna saat konferensi pers di Mabes TNI AU, Jakarta, Kamis (16/4).

Atas alasan itu, TNI AU menginginkan dua pesawat baru untuk menggantikan F-5F/E Tiger yang sudah saatnya dipensiunkan. Sedangkan, opsi membeli pesawat bekas tak akan masuk dalam program jangka panjang maupun pendek.

“Dua hasil kajian kita, antara Sukhoi Su-35 dan F-16 tipe 70 Viper,” katanya.

Agus mengharapkan tidak ada lagi pemberian hibah pesawat bekas untuk TNI AU, agar insiden kecelakaan pesawat tak terulang kembali. Namun, dia memastikan program ini tetap berlanjut mengingat TNI AU sudah mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkannya.

“Hibah pesawat F-16 tetap berlanjut Karena ini adalah program, sudah berjalan, sudah kontrak dan sudah kita bayar. Hanya kita akan lebih mengevaluasi dengan ada pengalaman ini,” tukasnya. (Merdeka.com)

F-16 Fighting Falcon Block 52ID Terbakar Di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma

F-16 Fighting Falcon Block 52ID
F-16 Fighting Falcon Block 52ID Terbakar
Petugas menyiramkan cairan ke badan pesawat tempur F16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). Pesawat tempur F16 dengan nomor register TS 1643 yang dipiloti oleh Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono tersebut gagal tinggal landas (takeoff) dan terbakar sekitar pukul 08.15 WIB. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)★

Sebuah pesawat tempur F-16 Fighting Falcon Block 52ID nomor registrasi TT-1643 mengeluarkan asap hitam saat akan lepas landas dari landas pacu Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, pukul 08.15 WIB hari ini.

"Pilot segera membatalkan lepas landas, mematikan mesin langsung, dan keluar dari kokpit. Pesawat tempur itu segera disemprot pemadam kebakaran. Sekarang sudah ditarik menuju hanggar," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto, kepada ANTARA News.

Pilot yang menerbangkan F-16 Fighting Falcon Block 52ID itu adalah Letnan Kolonel Penerbang Firman Dwicahyo. Dia adalah komandan Skuadron Udara 16 TNI AU yang semua armadanya terdiri dari F-16 Block 52ID buatan General Dinamics bekas pakai Korps Udara Garda Nasional (Air National Guard), Amerika Serikat itu.

"Pilot bisa keluar dari kokpit secara selamat, tidak kekurangan apa pun. Saat ini tim penyelidik dan keselamatan penerbangan TNI AU telah melakukan tugasnya,” kata Tjahjadi.

Menurut dia, kondisi F-16 yang gagal lepas landas itu tidak dinyatakan total loss alias tidak sama sekali rusak-hancur.

"Tidak total loss, kokpit pesawat terbang itu utuh demikian juga yang lain. Asap hitam dan percikan api keluar dari ujung knalpot pesawat terbang itu,” kata dia.

F-16 yang terbakar untuk pengamanan KAA
F-16 Fighting Falcon Block 52ID
F-16 Fighting Falcon Block 52ID
F-16 C/D Block 52ID. Semula dia adalah F-16 Block 25 bekas pakai Korps Udara Garda Nasional Amerika Serikat yang dihibahkan kepada Indonesia, yang ditingkatkan menjadi F-16 Block 52ID. Walau hibah, namun Indonesia tetap harus membayar biaya peremajaan 24 unit pesawat tempur bekas ini senilai 700 juta dolar Amerika Serikat. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)★

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna mengatakan pesawat tempur F-16 yang terbakar di Halim Perdanakusuma rencananya akan digunakan sebagai armada pengamanan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KAA) pada pekan depan.

"Itu benar bahwa pesawat itu untuk keamanan KAA," kata Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna di Mabes TNI Cilangkap, Kamis.

Akibat terbakarnya pesawat nomor ekor TS-1643 itu, kata Agus, TNI AU akan segara mencari solusi untuk mencari pengganti mengingat perhelatan KAA tinggal menghitung hari.

"Kami akan evaluasi segera untuk mencari penggantinya. Untuk sementara (pesawat F-16) yang dari Pekanbaru akan kami pakai untuk penyelidikan," kata Agus.

Agus mengatakan perawatan pesawat tempur di Angkatan Udara sudah sesuai standar dan terjadwal dengan tertib sehingga TNI AU akan menyelidiki secara mendalam penyebab dari terbakarnya pesawat.

"Usia pesawat F-16 hingga 30 tahun. Contohnya pesawat tahun 1989 masih bagus. Karena sudah terjadwal pemeliharaan," ucap Agus. Di sisi lain, Agus memastikan kondisi pilot sekaligus komandan Skadron 16 Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono hanya mengalami luka ringan dan sedang dirawat di Rumah Sakit Angkatan Udara Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma.

Kronologi F-16 gagal "takeoff"
F-16 Fighting Falcon Block 52ID
F-16 Fighting Falcon Block 52ID
Petugas menyiramkan cairan ke badan pesawat tempur F16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). Pesawat tempur F16 dengan nomor register TS 1643 yang dipiloti oleh Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono tersebut gagal tinggal landas (takeoff) dan terbakar sekitar pukul 08.15 WIB. (foto: suara.com)★

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menjelaskan kronologi pesawat F-16 Fighting Falcon Block 52ID nomor registrasi TT-1643 milik TNI Udara yang gagal takeoff di Lanud Halim Perdanakusuma.

"Pada saat pesawat laksanakan rolling takeoff, penerbang melihat ada sesuatu mall function," kata KSAU, saat jumpa pers di Mabesau Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis.

Penerbang Letkol (Pnb) Firman Dwi Cahyono, mengetahui mall function setelah warning light di pesawat menyala. Indikasinya pada sistem hidrolik dan elektrik.

"Penerbang dengan kecepatan untuk takeoff, tetapi belum lepas landas dan laksanakan abort takeoff," ucap KSAU.

Yang terjadi kemudian, diduga ada kebocoran hidrolik sehingga sistem pengereman pesawat tidak maksimal.

"Karena pengereman tidak maksimum, daripada lewat dari runway (landasan lancang), di situ banyak perumahan. Pilot mengambil action memutar kembali," ujarnya, mengungkapkan.

Tetapi lantaran pesawat masih full atau penuh bahan bakar, kemudian terjadi percikan api di mesin, maka terjadi kebakaran.

"Saya menghargai pilot dengan action-nya tidak menimbulkan korban lainnya. Keluar dari pesawat, cedera di tangan dan pundak. Dari penanganan dokter di RS Esnawa Antariksa TNI AU, penerbang sehat walafiat," ujar Agus.

Salah satu dari pesawat F-16 mengalami gagal takeoff saat melaksanakan latihan pengamanan pertahanan udara terkait KTT Asia Afrika.

Pengadaan F-16 Fighting Falcon TNI AU akan ditinjau lagi
F-16 Fighting Falcon Block 52ID
F-16 Fighting Falcon Block 52ID
Sejumlah prajurit TNI AU mengevakuasi badan pesawat tempur F16 yang terbakar di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean )★

Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Agus Supriatna, mengatakan insiden terbakarnya pesawat tempur F-16 karena masalah hidrolik. Pagi ini F-16 Fighting Falcon Block 52ID bernomor registrasi TT-1643 terbakar di landas pacu selatan Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.

"Sebelum kejadian, lampu peringatan menyala. Lampu itu diikuti indikator lampu hidrolik dan elektrik yang menyala... kemungkinan ada kebocoran hidrolik sehingga dragshute-nya (parasut mengurangi kecepatan pesawat) tidak bekerja maksimum," kata Supriatna, di Markas Besar TNI AU, Cilangkap, Kamis.

Supriatna menjelaskan, ledakan yang terjadi akibat cadangan bahan bakar dalam pesawat bernomor ekor TT-1643 itu terbakar.

"Namun karena pesawat masih full bahan bakar maka terjadi percikan api," kata dia. TNI AU segera melakukan penyelidikan lebih dalam mengenai penyebab utama pesawat tempur hibah Amerika Serikat bekas pakai Korps Udara Garda Nasional negara itu.

Akibat insiden ini TNI AU akan mengevaluasi rencana penambahan 24 pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dari Amerika Serikat. Pada 1989 TNI AU pertama kali menjadi operator F-16A/B Fighting Falcon Block15 OCU melalui Proyek Peace Bima Sena I.

"Kejadian ini menjadi bahan introspeksi untuk tidak membeli F-16 yang bekas. Namun program 24 penambahan pesawat sejak beberapa tahun yg lalu tetap berjalan," katanya. Indonesia sudah sering "menampung" pesawat-pesawat hibah alias bekas pakai negara-negara sahabat.

F-16 TT-1643 yang terbakar ini hasil pengadaan melalui Proyek Peace Bima Sena II. Pesawat tempur ini semula adalah F-16 Block 25 yang ditingkatkan airframe, mesin, avionika, dan komputernya, di Pangkalan Udara Angkatan Udara AS Hill, Utah. Mereka lalu diberi kode F-16 Fighting Falcon Block 52ID.

Amerika Serikat telah lama tidak lagi menerbangkan Block 25 ini dan ditawarkan kepada TNI AU yang lalu menyambutnya.

Pada sisi lain, dia memastikan kondisi pilot pesawat sekaligus komandan Skauadron Udara 16 TNI AU, Letnan Kolonel Penerbang Firman Dwi Cahyono, luka ringan dan sedang di rawat di RS TNI AU Esnawan Antariksa Halim Perdanakusuma.

"Alhamdulillah, penanganannya cepat sehingga penerbang sudah cukup sehat," kata Supriatna.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara puji pilot F-16
F-16 Fighting Falcon Block 52ID
F-16 Fighting Falcon Block 52ID
Badan pesawat tempur F16 yang terbakar diangkat menggunakan alat berat di ujung landasan pacu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (16/4). Pesawat tempur F16 dengan nomor register TS 1643 yang dipiloti oleh Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono tersebut gagal tinggal landas dan terbakar sekitar pukul 08.15 WIB. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)★

Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna memuji aksi Letkol Penerbang Firman Dwi Cahyono, pilot F-16 Fighting Falcon bernomor registrasi TS-1643 yang terbakar pada pukul 18.10 WIB di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.

"Saya memuji pilot dengan aksinya yang tidak menyebabkan korban yang besar," katanya di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis.

Agus Supriatna mengatakan pilot sekaligus sekaligus komandan Skuadron Udara 16 TNI AU, Letnan Kolonel Penerbang Firman Dwi Cahyono, sudah mengambil langkah tepat dengan memutar kembali dan tidak memaksakan terbang.

"(Tidak jauh dari lokasi) banyak hunian dan rumah penduduk, penerbang mengambil langkah tepat dengan memutar kembali pesawat itu," kata Agus Supriatna.

Agus Supriatna menjelaskan Firman Dwi Cahyono merupakan salah satu murid terbaiknya di Skuadron Udara Yogyakarta.

"Letkol Penerbang Firman itu murid saya ketika saya menjadi komandan Skuadron di Yogyakarta. Dia kedua yang terbaik," katanya.

Ia mengatakan Firman yang selamat tanpa mengalami cedera serius dan tidak adanya korban jiwa akibat insiden itu merupakan bukti kematangan seorang pilot berpengalaman.

Pesawat tempur F-16 Fighting Falcon terbakar pukul 18.10 WIB di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, diduga karena masalah hidrolik. Akibat kejadian itu pilot mengalami luka bakar di lengan kiri. (antaranews.com)

Sistem Misil Balistik Iskander-M Buatan Rusia Akan Di Ekspor Ke Pasar Global


Iskander-M
Peluncur Rudal Balistik Rusia Iskander-M
Eksportir utama senjata Rusia Rosoboronexport siap menjual sistem misil balistik taktis Iskander ke luar negeri setelah memenuhi seluruh pesanan negara, demikian disampaikan seorang spesialis dari perusahaan perancang Iskander-E pada TASS di LAAD 2015 Defense and Security International Exhibition.

“Setelah memenuhi pesanan negara, kami siap merambah ke pasar global,” kata perwakilan dari Vysokotochnye Kompleksy Holding, yang bekerja sama dengan Kolomenskoye Mechanical Engineering Design Bureau (KBM) dalam merancang versi modifikasi ekspor senjata ini.

Ia menyebutkan beberapa negara telah memperlihatkan ketertarikan untuk membeli sistem misil ini dan Rosoboronexport saat ini sedang menyusun proposal penjualan untuk salah satu dari negara tersebut. Jika proposal tersebut disetujui, Rosoboronexport akan segera menandatangani kontrak, kata sang spesialis.

Direktur Pelaksana dan Desainer Umum KBM Valery Kashin sebelumnya menyebutkan ketika pesanan dari dalam negeri cenderung kecil, KBM melakukan usaha pemasaran aktif, bahkan mempersiapkan kontrak melalui Rosoboronexport untuk menjual Iskander pada pembeli asing. Namun, kesepakatan tersebut tak ditandatangani untuk alasan politis.

Kashin menyebutkan bahwa perusahaan menghentikan upaya untuk menjual misil tersebut di pasar global setelah menerima kontrak jangka panjang dari Kementerian Pertahanan Rusia yang jumlah pesanannya ditingkatkan empat hingga lima kali lipat.

Menurut keterangan Kashin, calon pembeli asing meminta pasokan Iskander paling cepat 2015.

“Kini, ketika kami telah memproduksi sistem misil dalam jumlah yang dibutuhkan, kami kembali melakukan upaya untuk mengekspor misil ini bersama Rosoboronexport,” ujar Kashin dan menyebutkan bahwa mereka telah memiliki beberapa proposal. (rbth.com)

Eurofighter Berencana Bangun Basis Produksi Jet Tempur Di Indonesia


Eurofighter Typhoon
Pesawat Tempur Eurofighter Typhoon Buatan Eropa Barat
Eurofighter Tawarkan Berbagai Kemudahan Kepada Indonesia

ANGKASA.CO.ID - Konsorsium produsen jet tempur Eropa, Eurofighter, menawarkan berbagai kemudahan kepada Indonesia terkait tawaran penjualan jet tempur unggulan mereka Eurofighter Typhoon. Tim Eurofighter kembali hadir di Jakarta dan menyelenggarakan “MasterClass Fighter Jet” bagi sejumlah media di Jakarta, Selasa (14/4/2015), setelah sebelumnya hadir dalam ajang Indo Defence, November tahun lalu.

Head of Industrial Offset Eurofighter, Martin Elbourne, menyatakan, Eurofighter memberikan keleluasaan kepada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sebagai mitra kerja untuk melaksanakan perakitan penuh jet tempur Typhoon di Indonesia. Ia bahkan menyampaikan ide seandainya Indonesia tertarik untuk membuat tangki bahan bakar konformal (CFT) bila itu diperlukan oleh Indonesia untuk memperbesar jangkauan terbang Typhoon. “Kami tawarkan bila Indonesia merasa perlu untuk membuat CFT bagi Typhoon sehubungan wilayah Indonesia yang sangat luas. Nantinya CFT ini bisa dipakai khusus untuk Typhoon Indonesia atau dijual kepada para pengguna Typhoon di negara lainnya,” ujar Elbourne. “Tidak hanya CFT, komponen lain pun, sayap misalnya, bila Indonesia merasa perlu untuk membuatnya maka akan kami berikan keleluasaan,” tambahnya lagi.

Ofset dan transfer teknologi yang akan diterima Indonesia bila membeli Typhoon, lanjut Elbourne, merupakan kompensasi yang akan diberikan Eurofighter. Eurofighter mengutamakan visi jangka panjang dalam hubungan ini yang akan menguntungkan Indonesia dalam penyerapan teknologi, investasi infrastruktur, dan sumber daya manusia. Selain dapat melaksanakan perakitan penuh, Indonesia juga berhak melakukan integrasi sistem, uji terbang, dan pengujian lainnya. Pilot Indonesia pun bisa dididik menjadi pilot uji Typhoon.
Eurofighter Typhoon
Eurofighter Typhoon
Dalam kesempatan tersebut, Paul Smith, pilot uji dan instruktur Typhoon, turut membeberkan berbagai keunggulan jet tempur swing-role Typhoon yang sudah digunakan oleh tujuh operator di dunia dengan produksi pesawat hingga saat ini mencapai 427 unit. Beberapa keunggulan Typhoon antara lain angka Thrust to Weight Ratio yang tinggi, wing loading yang rendah, dan kemampuan bawa beragam senjata modern di 13 cantelan senjatanya. Typhoon juga memiliki kemampuan super cruise yang sangat berguna dalam melaksanakan misi pertempuran udara maupun misi lainnya. “Dengan berbagai parameter yang dimilikinya, Typhoon merupakan jet tempur yang andal baik untuk pertempuran jarak jauh (BVR) maupun jarak dekat,” ujarnya. “Pesawat ini memiliki kemampuan menanjak dan akselerasi kecepatan yang sangat mengagumkan,” tambahnya.

Di medan pertempuran, Typhoon juga sudah menunjukkan kiprahnya sehingga dapat dicap combat proven. Antara lain dalam misi serangan darat di Libya (2011) serta di Yaman baru-baru ini. Typhoon juga dapat berbangga diri karena sudah mampu mengalahkan F-22 Raptor dalam latihan Red Flag beberapa waktu lalu. Paul Smith menunjukkan tanda “Raptor Killer” yang dibubuhkan di badan salah satu Typhoon dalam slide paparannya.

Joe Parker, Direktur Ekspor Eurofighter, menyatakan, dari sisi pengoperasian hingga saat ini Typhoon telah membukukan 500.000 jam terbang untuk penggunaan mesinnya dan belum ditemukan kegagalan dalam pengoperasiannya tersebut. Dengan demikian tidak mengherankan bila ia menyebut kesiapan Typhoon dalam pengoperasiannya mencapai angka 95% dengan cost reduction 20% setelah penggunaan 500 jam terbang.

Parker juga menandaskan, dengan Indonesia membeli Typhoon, maka kerja sama kemitraan produksi antara Eurofighter dengan PTDI akan meneruskan sejarah kemitraan Airbus dengan PT DI yang ditandai dengan produksi bersama NC212 (1976), CN235 (1983), CN95 (2011), dan Eurofighter Typhoon yang diprediksi dapat dimulai tahun 2018. “Kerja sama produksi Typhoon antara Eurofighter dengan PTDI akan menguntungkan Indonesia sebagai fondasi untuk membuat jet tempur mandiri, kemampuan pemeliharaan dalam negeri, dan pengembangan lainnya,” tegasnya. Sebagaimana diketahui Airbus Defence and Space memiliki saham 46 persen di konsorsium Eurofighter.
Eurofighter Typhoon
Eurofighter Typhoon
Tim Eurofighter menganggap tepat bila Indonesia membeli jet tempur Typhoon yang ditenagai dua mesin EJ200 ini untuk kebutuhan masa kini dan yang akan datang. Dikatakan, jet tempur Typhoon mampu memenuhi kebutuhan TNI Angkatan Udara akan pesawat superioritas udara, pencegat, dan pengaman kemaritiman. (Angkasa)

RI Bakal Jadi Basis Produksi Jet Tempur 'Typhoon' Setelah Eropa

Jakarta -Typhoon adalah jet tempur generasi 4.5 andalan dari Angkatan Udara negara-negara maju di Eropa hingga Timur Tengah. Jet tempur tersebut diproduksi oleh Eurofighter. Basis produksi Eurofighter terletak di 4 negara, yakni Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol.

Empat negara tersebut terlibat dalam produksi komponen utama pesawat, serta memiliki fasilitas assembly line atau perakitan akhir. Terakhir, Eurofighter berencana melebarkan sayap produksi di luar Eropa. Perusahaan yang terafiliasi dengan Airbus Group ini, berencana membuka fasilitas assembly line di Indonesia.

Bila rencana ini berjalan mulus, maka Indonesia akan menjadi negara kelima, di luar Eropa, sebagai basis produksi jet tempur yang sukses pada misi di Libya tersebut.

"Indonesia akan menjadi basis produksi yang kelima," Kata Head of Industrial Offset Eurofighter Martin Elbourne saat berbincang di Jakarta, Rabu (15/4/2015).

Tahap awal bila militer Indonesia membeli jet tempur Typhoon, maka Eurofighter bisa memulai program transfer teknologi. Eurofighter akan menggandeng produsen pesawat asal Indonesia yakni PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Eurofighter Typhoon
Eurofighter Typhoon
Selanjutnya, para insinyur atau mekanik pesawat asal Bandung, Jawa Barat, akan dilatih dan terlibat dalam proses pengembangan dan produksi jet tempur Typhoon di Spanyol. Di sana, mereka dilatih selama 2 hingga 3 tahun. "Kita ajak engineer PTDI untuk untuk ambil bagian di Eropa," ujarnya

Selanjutnya ialah, para insinyur PTDI bersama ahli pesawat asal Spanyol bakal kembali ke tanah air untuk memulai proses produksi. Secara bertahap fasilitas produksi dan perakitan pesawat Typhoon di Spanyol bakal diboyong ke Indonesia. "Selanjutnya final assembly akan dibawa ke Bandung," ceritanya.

Tahap awal, basis produksi akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan jet tempur Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setelah itu, pabrik pesawat di Indonesia bisa mengekspor jet tempur ke luar tanah air seperti yang dilakukan pada program pesawat angkut baling-baling tipe CN 235 dan NC 212.

"Pertama untuk memenuhi kebutuhan militer Indonesia kemudian baru untuk dijual ke luar," tuturnya.

Martin menegaskan, rencana Eurofighter di Indonesia tidak akan mengganggu program pengembangan jet tempur antara Indonesia dan Korea Selatan yang bernama program jet tempur KFX/IFX. Justru dengan kerjasama ini, Eurofighter bisa membantu di dalam meningkatkan kemampuan para insinyur pesawat Indonesia untuk merancang hingga memproduksi jet tempur secara mandiri.

"Kita latih untuk kembangkan pesawat tempur karena sekarang Indonesia belum punya," sebutnya. (angkasa.co.id, detik.com)

Harga Lebih Murah, TNI AU Tertarik Dengan Pesawat Tempur Sukhoi Su-35

Sukhoi Su-35 multirole
Sukhoi Su-35 multirole Buatan Rusia
Indonesia telah mengincar harga murah pesawat Sukhoi SU-35 untuk menggantikan F-5 Tigers.

Kepala United Aircraft Corporation (UAC) Yuri Slyusar mengatakan kepada Interfax di Kota Ho Chi Minh pada Selasa, menyatakan bahwa Indonesia tertarik untuk membeli pesawat ini. Negosiasi awal telah dimulai.

Kantor berita Antara melaporkan pada bulan Februari bahwa Angkatan Udara Indonesia ingin mengganti pesawat F5 yang menua dengan pesawat tempur Sukhoi Su-35 multirole dari Rusia.

Mengutip Marsekal Agus Supriatna bahwa Sukhoi Su-35 sepenuhnya memenuhi permintaan Angkatan Udara Indonesia untuk pesawat tempur garis depan. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa ia tidak mengharapkan teknisi Indonesia memiliki masalah pelayanan pesawat tersebut.

Sukhoi Su-35 saat ini beroperasi di Angkatan Udara Rusia. Pesawat tempur bermesin ganda yang merupakan turunan lanjutan dari pesawat asli Su-27 era Soviet mampu terbang yang tinggi, cepat dan membawa sebuah senjata yang sangat besar dan sensor payload. Biaya pesawat sekitar $ 65.000.000 dibandingkan dengan Eurofighter dan Dassault Rafale lebih murah hampir tiga kali lebih.

Saat ini, Indonesia mengoperasikan dua jenis Sukhoi jet, Su-27 dan Su-30 MK2.(defenseworld)